Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan : Juni 2011
Jml halaman : 114
Seorang anak yang
bernama Ikal yang bermimpi untuk menjadi pemain sepak bola dan menjadi
kebanggaan bagi ayahnya. Kecintaan Ikal pada bola berawal dari ia menemukan
sebuah album foto yang disembunyikan oleh orang tuanya. Sebenarnya Ikal
dilarang untuk melihatnya. Karena rasa penasarannya itu, ia mengambilnya dengan
sembunyi-sembunyi. Lalu Ikal membuka-buka album foto itu, tiba-tiba Ikal
menemukan foto ayahnya yang kusam. Dalam foto tersebut, ayahnya memakai seragam
sepak bola sambil memegang piala. Anehnya, sang ayah dalam foto tersebut tidak
menampilkan wajah yang bahagia dan tidak tersenyum. Setelah bertanya dan
mendengar cerita dari seorang kawan lama sang ayah, tahulah Ikal bahwa ayahnya
yang amat sangat dicintai dan dikaguminya itu pernah menjadi salah seorang
Bintang Sepak Bola di kampungnya ketika jaman penjajahan Belanda.
Sang
ayah adalah satu dari tiga bersaudara yang sangat mencintai sepak bola yaitu si
Bungsu. Ayah Ikal yang berperan sebagai pemain sayap kiri, sedangkan kakak
pertamanya bertindak sebagai gelandang dan kakak keduanya melesat di posisi
kanan luar.Mereka berjuang melawan Belanda dengan memenangkan setiap pertandingan
sepak bola melawan tim Belanda. Itu
membuat pimpinan VOC, Van Holden terancam. Van Holden pun melarang 3 saudara
tersebut bermain dalam pertandingan sepak bola. Mereka pun dibawa ke tangsi
(tempat penyiksaan) dan hari selanjutnya mereka kembali bekerja di Parit
Tambang. Tak lama kemudian, para kuli parit tambang bertanding melawan tim
Belanda dalam kompetisi sepak bola Distric beheerder, termasuk 3 saudara
tersebut. Tim parit tambang pun dapat memenangkan pertandingan dengan skor 1-0.
Gol tersebut merupakan satu-satunya dicetak oleh Si Bungsu. Dengan semangat Si
Bungsu berteriak Indonesia…Indionesia…Indonesia. Kalimat itu disambut ribuan
penonton lainnya. Belanda pun mendengarnya. Usai pertandingan 3 saudara beserta
pelatih mereka, Pelatih Amin, dibawa ke tangsi. Si Bungsu, Ayah Ikal pulang
dengan tempurung kaki hancur, sehingga ia tidak dapat bermain sepak bola lagi.
Pada saat itu Ayah Ikal baru berusia 17 tahun.
Melihat begitu besar perjuangan
ayahnya waktu itu, Ikal berniat untuk menjadi pemain PSSI, untuk meneruskan
perjuangan ayahnya. Berulang kali Ikal mencoba, namun selalu gagal. Rasa
kecewa, sedih, merasa bersalah pun dirasakan Ikal. Ikal puas menjadi pendukung
PSSI.
Saat Ikal kuliah di Universitas Sorbonne, Perancis, Ikal berpetualang di Spanyol. Sepanjang perjalanannya, terdapat kisah yang menarik. Ketika mencari kaos Real Madrid, betanda tangan asli Luis Figo. Real Madrid adalah tim kesayangan Ayahnya setelah PSSI. Dalam pencariannya, Ikal sempat berfoto di samping mobil klub Barcelona FC. Dia bekerja keras untuk menambah uangnya yang belum cukup untuk membeli kaos Real Madrid yang mahal itu. Di Spanyol dia juga bertemu Adriana. Wanita bermata biru ini juga gemar sepak bola. Ikal juga pernah menonton secara langsung pertandingan antara Barcelona dan Valencia di Estadio Santiago Bernabẽu. Itu berkat Adriana yang membelikan tiket masuk untuk menonton pertandingan itu. Setelah lama bekerja serabutan dan berhasil mengumpulkan uang yang cukup untuk membeli kaos Luis Figo, ia memberikan kaos itu pada ayahnya yang sangat dia cinta
0 komentar:
Posting Komentar